Tidak punya alis bukan suatu hal yang   aneh bagi perempuan masa kini yang gemar bersolek. Mencukur habis  rambut  di atas mata itu sengaja dilakukan agar mempermudah mereka  melukis alis  yang melengkung sempurna di pagi hari yang sibuk. Tapi  Mona Lisa bukan  perempuan masa kini. Istri pedagang dari Florentine  yang dilukis oleh  Leonardo Da Vinci itu hidup pada abad ke-16. Sehingga  muncul berbagai  pertanyaan mengapa wanita dalam lukisan itu sama  sekali tak memiliki  alis, bahkan bulu mata.

Beberapa  peneliti menyatakan bahwa  mencabuti rambut di wajah adalah praktek  umum bagi wanita beradab pada  masa itu. Sebab, rambut itu dianggap tak  elok dilihat. Tentu saja  penjelasan ini tak memuaskan banyak penikmat  senyum wanita yang penuh  tanda tanya itu. Pascal Cotte adalah salah  seorang di antaranya. Warga  Paris ini kerap bertanya-tanya mengapa Mona  Lisa berbeda dengan lukisan  sang maestro lainnya. Da Vinci selalu  menggoreskan alis dan bulu mata  pada semua lukisannya.
Karya  Da Vinci yang paling  terkenal ini memang bukan barang baru buat Cotte.  Pada 1969, Cotte kecil  meminjam kartu pass Metro milik ibunya dan  pergi ke Museum Louvre untuk  melihat sendiri apa yang disebut ibunya  sebagai lukisan terindah di  dunia. Bocah 11 tahun itu berdiri  berjam-jam di depan lukisan etrsebut,  sangat lama sehingga seorang  penjaga museum menawarkan kursinya.
Sudah  35 tahun berlalu,  Cotte--yang kini seorang insinyur teknik--kembali  menghabiskan tiga jam  di depan lukisan itu. Namun, kali ini ia membawa  sebuah kamera raksasa  dan izin untuk mengeluarkan lukisan itu dari  bingkai dan kotak  pengamannya. Foto-foto hasil jepretan Cotte, termasuk  mata, mulut, dan  tangan yang diperbesar 20 kali lipat, dipamerkan di  Metreon, San  Francisco, Amerika Serikat.
Foto  mata yang diperbesar itulah  yang akhirnya menjawab pertanyaan Cotte.  Ketika meneliti foto itu, ia  menemukan selembar rambut di dahi kiri  Mona Lisa, bukti sesuatu yang  dulunya alis. Ada kemungkinan alis ini  hilang karena pigmen cat memudar  atau terhapus gara-gara upaya  restorasi yang ceroboh. "Saya adalah  seorang insinyur dan saintis. Bagi  saya, semua harus masuk akal,"  ujarnya. "Tidak masuk akal bahwa Mona  Lisa tidak punya alis atau bulu  mata. Saya menemukan selembar rambut  alisnya."
Selain  menemukan alis, Cotte  menciptakan reproduksi yang disebutnya definisi  tinggi yang paling  akurat dari lukisan yang berumur 500 tahun itu.  Berkat teknik pemindaian  gambar 240 juta piksel yang memakai 13  spektrum warna, termasuk  ultraviolet dan inframerah, Cotte bisa  menampilkan warna asli lukisan  itu ketika baru selesai dikerjakan Da  Vinci.
Cotte  mengatakan pemindaian  digital ultradetail lukisan itu memungkinkan ia  menggali secara efektif  menembus tumpukan cat yang berlapis-lapis dan  melihat wajah asli Lisa  Gherardini, wanita dalam lukisan tersebut.  "Cukup dengan satu foto, Anda  bisa lebih mendalami konstruksi lukisan  itu dan mengerti bahwa Leonardo  adalah seorang jenius," kata Cotte  dalam pembukaan pameran "Da Vinci:  An exhibition of Genius" di San  Francisco, Rabu lalu.
Kamera  supercanggih yang lahir  dari keahlian Cotte dalam bidang optik dan  cahaya itu membantunya  memeriksa lukisan yang menjadi obsesinya. Pria  49 tahun itu  memperkirakan tak kurang dari 3.000 jam dihabiskannya  untuk menganalisis  data hasil pemindaian Mona Lisa yang dibuatnya di  laboratorium Louvre  pada tiga tahun lalu.
Sensor  pendeteksi cahaya dari  spektrum warna sampai inframerah dan  ultraviolet yang tak terlihat mata  manusia itu juga mengungkapkan  berbagai detail yang hilang dari lukisan  tersebut. Gambar zoom in ini  membuat Cotte bisa melihat perubahan posisi  tangan kanan istri  Francesco del Giocondo itu, yang terletak persis di  perutnya.
Sebelum  Mona Lisa, tidak pernah  ada lukisan potret dengan posisi tangan  seperti itu. Meski tak  mengetahui alasan Da Vinci, banyak pelukis yang  meniru posisi tersebut.
Cotte  menemukan pigmen yang  berada di bawah pergelangan tangan kanan sama  persis dengan gambar  selimut yang menutupi lutut Mona Lisa. Hal itu  menjelaskan bahwa lengan  bawah dan pergelangan tangan tersebut memegang  satu sisi selimut.  "Pergelangan tangan kanan itu terletak jauh di atas  perutnya," kata  Cotte. "Tapi, jika dilihat lebih dalam memakai  inframerah, Anda akan  tahu bahwa ia memegang selimut dengan pergelangan  tangannya."
Gambar  inframerah itu juga  mengungkapkan sketsa yang berada di bawah tumpukan  lapisan cat dan  pernis. Cotte menyatakan hal itu menunjukkan bahwa Da  Vinci juga  manusia. "Jika memperhatikan tangan kirinya, Anda bisa  melihat posisi  pertama jari jemarinya serta mengubah pikiran dan  melukisnya dengan  posisi lain," katanya. "Bahkan Da Vinci pun punya  keraguan."
Hasil  analisis Cotte juga  mengungkapkan warna asli lukisan itu. Waktu,  pernis, dan restorasi  menyebabkan lukisan yang kini tersimpan di balik  kaca antipeluru itu  tampak penuh dengan warna hijau gelap, kuning, dan  cokelat.
Namun,  foto digital 22 gigabita  yang dihasilkan 13 filter warna berbeda,  bukan filter tiga atau empat  warna yang biasa ditemukan dalam kamera  digital pasaran, mengembalikan  warna asli lukisan itu. Dalam bentuk  aslinya, Mona Lisa memiliki warna  biru terang dan putih cemerlang.  "Bagi generasi mendatang, kami menjamin  Anda akan bisa melihat warna  asli lukisan itu," ujar Cotte.
Meski  sejumlah sejarawan seni  mengungkapkan skeptisisme atas temuannya,  Cotte berharap teknik baru ini  bisa digunakan sebagai panduan bagi  restorasi beragam lukisan kuno di  masa depan. Setelah memindai Mona  Lisa, Cotte membuat foto dengan  resolusi supertinggi dari 500 lukisan,  termasuk karya Van Gogh,  Brueghel, Courbet, dan pelukis Eropa lainnya.  "Untuk mengkomunikasikan  warisan budaya bagi anak-anak kita, kami perlu  menyediakan informasi  sebanyak-banyaknya," ujar Cotte.
      terselubung 26 Sep, 2011--
Source: http://terselubung.blogspot.com/2011/09/wajah-asli-monalisa.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

0 komentar:
Posting Komentar